TINJAUAN
TINDAK PIDANA HUKUM TRAFFIDKING DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pelaksanaan ketenagakerja yang terjadi di
berbagai instansi melibatkan berbagai aspek hukum, baik hukum perjanjian maupun
hukum pidana. Salah satu bentuk pelanggaran pidana yang diakui secara internasional
adalah yang disebut sebagai human trafficking.
Human trafficking dalam arti sempit diartikan
sebagai perdagangan manusia. Akan tetapi, The Trafficking Victims Protection
Act (TVPA) of 2000 memberikan definisi secara lengkap yang disepakati di United States
tentang human trafficking, yaitu meliputi bentuk-bentuk:
1. Sex trafficking,
yaitu merupakan tindakan komersialisasi sex pada manusia yang dilakukan dengan
cara ancaman, penipuan, paksaan atau perekrutan pada anak usia dibawah 18 tahun.
2. Perekrutan,
penyekapan, pemindahan, atau perolehan tenaga kerja yang dilakukan dengan
pemaksaan, penipuan atau ancaman untuk kepentingan pribadi, yang mengarah pads
praktik perbudakan yang tak
disengaja, kerja paksa, serta perbudakan hutang (yang dilakukan dengan
menjerat hutang), atau perbudakan dalam arti nyata. Paksanaan berarti alat
ancaman yang mengarah pada tindak kekerasan fisik atau pemberian sanksi fisik
terhadap seseorang yang melanggar ketentuan yang dibuat pelaku, atau penyalah
gunaan peraturan-peraturan (perundang-undangan) yang telah ada. Praktek paksaan
dapat mengarah pada kegiatan perbudakan yang tak disengap, yaitu suatu kondisi
dimana tenaga kerja terpaksa mengikuti kemauan pemberi kerja karna adanya
ancaman fisik. Bentuk-bentuk yang lain dapat berupa perbudakan hutang, yaitu
kondisi munculnya hutang pada tenaga kerja terhadap layanan-layanan yang
dibenkan pemberi kerja, yang besarnya tidak sesuai dengan layanan yang
diberikan atau tidak jelas dan waktu habis hutang jugs ttidak jelas, sehingga
tenaga kerja tidak mengetahui kapan hutang tersebut dapat dilunasinya. Bentuk
lainnya adalah praktik kerja rodi, yaitu kerja paksa yang dilakukan tenaga
kerja guns melunasi hutang-hutangnya yang tidak jelas besamya atau tidak sesuai
yang timbul dari layanan pemberi kerja yang nilainya jauh lebih kecil daripada
hutang yang ditimbulkan pada tenaga kerja.
TVPA memberikan penjelasan bahwa human
trafficking tidak selalu dilakukan dengan proses pengangkutan. Pada umumnya,
trafficking hanya dlidentifikasi pada proses yang melibatkan kegiatan
pengangkutan tenaga keda keluar kota .
TVPA menjelaskan bahwa pokok permasalahan trafficking adolah pada:
1.
Proses perekrutan atau penyediaan tenaga kerja yang
menyalahi peraturaran yang dilakukan dengan penipuan, ancaman maupun paksaan.
2.
Ketidaksesuaian terhadap kesepakatan awal yang dibuat
oleh tenaga kerja dan pemberi kerja. Ketidaksesuaian tersebut dapat berupa upah
yang sangat kecil serta perlakuan fisik yang tidak manusiawi. Tenaga kerja di
eksploitasi dengan cara-cara yang melanggar hak asasi manusia dalam berbagai
bentuk eksploitasi sepeti untuk sex komersil maupun pada praktik-praktik
perbudakan. Bentuk ketidak sesuaian terhadap kesepakatan ini jugs termasuk
pemberlakuan jam kerja yang melebihi batas yang ditetapkan, sehingga tenaga
kerja hampir tidak memiliki waktu istiraliat. Hal ini termasuk bentuk
eksploitasi tenaga manusia.
Berdsarkan penjelaan
tersebut, maka human trafficking dapat dikaji dari konteks hukum pidana, yaitu
hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan apasajakah yang dapat dipidana dan
serta sanksisanski apa saja yang dapat diberikan berdasarkan hukum
(Mertokusumo, 1991: 112). Hukum pidana dibagi menjadi hukum pidana material dan
hukum pidana formal. Hukum pidana materiil menunjukkan peristiwaperistiwa
pidana (yaitu peristiwa yang dikenai hukum) beserta hukumannya (Apeldoorn,
1980: 336). Peristiwa pidana adalah Peristiwa yang dapat dikenai hukuman, yaitu
peristiwa yang secara tegas oleh undang-undang dapat dikenai hukuman. Suatu
tindakan hanya dapat dikenai hukuman apabila didahului oleh ancaman hukuman
dalam undang-undang. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal I bahas
1 dinyatakan bahwa suatu peristiwa tak dapat dikenai hukuman, selain atas
kekuatan peraturan pemdang-undangan pidana yang mendahuluinya. Peristiwa pidana
mimiliki dua segi, yaitu segi onyektif dan subyektif. Ditinjau dari segi
onyektif, peristiwa pidana adalah satu tindakan yang bertentangan dengan hukum
positif, yang bersifat tanpa hak, yang menimbulkan akibat yang oleh hukum
dilarang dengan ancaman hukuman. Unsur yang sangat penting adalah sifat tanpa
hak (onreichimatigheid), yaitu sifat
melanggar hukum. Ditinjau dari segi subyektif, peristiiwa pidana adalah aspek
kesalahan (schuldzidje), yaitu adanya
akibat yang tidak diharapkan dalam undang-undang, yang dilakukan oleh pelaku,
yang dapat dikenakan padanya. Dalam hukum terdapat suatu pengecualian bagi orang-orang
yang tidak dapat dikenakan sanki seperti berotak lemah dan gangguan jiwa atau
gila.
Sampai saat ini,
pemerintah Indonesia
belum mengemukakan tentang deftnisi trajjicking yang dirancang secara khusus
untuk konteks Negara Indonesia .
Dalam rencana pemerintah untuk tindakan memerangi trafficking terhadap perempuan dan anak,
pemerintah menggunakan definisi dari protocol PBB.
Lembaga Swadaya
Masyarakat merupakan lembaga yang berbadan hukum yang bertujuan untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi
kemajuan zaman. Lembaga swadaya masyarakat merupakan lembaga yang tidak
didirikan untuk mencari keuntungan (non
profit), tetapi didirikan untuk kegiatan yang bersifat social.
Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) merupakan lembaga yang didirikan guna meningkatkan taraf
hidup, kemandirian, dan kemampuan masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek
seperti aspek ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup, kesehatan, pendidikan, dan
lainnya. LSM pada umumnya mempeker akan banyak tenaga kerja baik tenaga kerja
kontrak maupun tenaga kerja tetap. Dalam mempekerjakan tenaga kerja. tersebut,
banyak terjadi perbenturan kepentingan antar lembaga dengan tenaga kerja,
sehingga dapat menimbulkan adanya pihak-pihak van- merasa dirugikan. Khususnya
dalam kajian. kepentingan para tenaga kerja, sering muncul adanya kondisi
dimana berdasarkan tuntutan proyek tenaga kerja hares menyelesaikan suatu peker
aan dengan cepat dan efektif, sedangkan pelaksanaan tersebut dapat merugikan
tenaga kerja akibat merasa dipertakukan kurang manusiawi. Banyak tenaga kerja
terkadang merasa diperbudak secara ringan oleh suatu mekanisme tertentu dalam lembaga.
Dengan adanya Tatar belakang ini, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul TINJAUAN
TINDAK, PIDANA HUMAN TRAFFICKING DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA ”
Adapun alasan
pemillhan terra dan lokasi penelitian adalah selama ini lemabag-lembaga
penelitian, pemerintah dan penegak hukum masih memfokuskan pada kasus-kasus
human trafficking yang tedadl pada anak dan wanita yang mengalami kekerasan
secara fisik atau kasus-kasus yang melibatkan pemindahan tenaga kerja keluar
daerah saja, dan masih jarang yang menyoroti kasus-kasus trafficking dalam arti
yang lebih luas.
B.
Lingkup Penelitian
Ketenaga kerjaan dan
aspek-aspek yang berkaitan dengangannya merupakan suatu kondisi yang sangat erat
hubungannya dengan hukum perdata. Sebagaimana dalam peraktik human trafficking,
sangat berkaitan dengan perjanjian-perjanjian ketenaga kerjaan dan berhubungan
dengan pelanggaran-pelanggaran dari petaksanaan ketenaga kerjaan. Dalam
penelitian ini, peristiwa human trafficking dikaji dalam aspek yang berkaitan
dengan hukum pidana. Penelitian tidak dilakukan pada bagaimana mengkaji suatu
perjanjian kerja dan pelaksanaannya, akan tetapi lebih pada maksud-maksud yang
mengamh pada tindak pidana. Apabila yang dikaji adalah suatu perjanjian kerja,
maka lebih ditekankan pada maksud dalam merumuskan suatu perjanjian yang dapat dilator
belakangi oleh maksud untuk menguntungkan diri sendiri (instansi) dan merugikan
tenaga kerja dalam bentuk eksploitasi tenaga dan fikiran. Penelitian ini juga
menkaji tentang mekanisme-mekanisme cerdik yang dapat mengandung unsur
eksploitasi.
Atas dasar kondisi
yang berupa dekatnya human trafficking tentang eksploitasi tenaga kerja dengan
hukum perdata, maka penelitian ini terkadang akan menkaji aspek perdata untuk
menemukan masalah pidana didalamnya, seperti mengkaji maksud yang tidak
dibenarkan dalam hukum pidana dalam merumuskan suatu perjanjian atau dalam
perkara perdata.
DAFTAR
PUSTAKA
Bungin, Burhan (2003),
Metodologi Penelitian Kuafitatif, Jakarta :
PT. Raja Grfindo Perkasa
Team (2005), Human Trafficking
in Indonesia ,
Geneva , Swiss:
International Catolic Migration Commission
Sanusi, Achmad (1999),
Pengantar Ilmu Hukum clan Tata Hukum Indonesia, Bandung: Tarsito
Kosidin, Koko ( 1999),
Perjanjian Kerja, Perjanjian Perburuhan clan Peraturan Perburuhan, Bandung : CV. Mandan Maju.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Jakarta :
Soepomo, Imam (1990), Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta :
Djambatan
Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bima Cipta
Subekti, R, ( 1977), Aneka Perjanjian, Bandung : Alumni
Stark,
C. and Hodgson, C. (2003). Sister Oppressions: A Comparison of Wife Battering
and Prostitution.
Estes, R.j, & Weiner, N.A.
(2001). The commercial sexual exploitation of children in the U.S. , Canada and Mexico .
Philadelphia., University
of Pennsylvania .
Deputy. Secretan, of State
Richard Armitage in a presentation at a conference entitled tied Pathbreaking
Strategies in the Global Fight Against Sex Trafficking on February 25, 2003 in Washington D.C.
Untuk mendapatkan file skripsi / Thesis / PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi : 08572 8000 963
0 komentar:
Posting Komentar