PUTUSAN VERSTEK DALAM PERKARA PERCERAIAN
DI PENGADILAN NEGERI SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan judul
Negara Republik Indonesia adalah negara yang
berdasarkan hukum. Hal ini dapat kita ketahui karenanegara Indonesia
bersendikan atas dasar Pancasila dan UUD 1945 yang dalam penjelasannya
ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) bu -kan herdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat).
Di Indonesia terdapat suatu tata hukum yang mengatur
tata tertib dalam, pergaulan hidup sehari hari di masyarakar, dimana segala tingkah
laku orang perseorangan maupun yang menyangkut kepentingan masyarakat terikat
pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dengan demikian akan terjaminlah
hak-hak serta kewajiban yang ada pada masyarakat.
Seseorang yang merasa haknya dilanggar tidak
di perkenankan bertindak sendiri atau main hakim sendiri untuk menyelesaikan
sengketa tersebut, tetapi harus melalui prosedur yang benar menurut ketentuan
yang berlaku. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah gugatan lewat
peiigadilan, dimana hakim akan bertindak sebagai perantara bagi pihak-pihak
yang bersengketa, sehingga hak-hak dan kewajiban dari warga negara akan
senantiasa terjamin, dengan demikian hukum acara perdata mempunyai arti
penting dan dapat bermanfaat bagi masyara, kat. Dalam hal penyelesaian perkara
lewat pengadilan maka prosedurnya harus sesuai dengan ketentuan hukum acara
perdata.
Hukum Acara Perdata adalah peraturan yang mengatur bagaimana caranya
menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan
lain Hukum Acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana
caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Lebih konkrit lagi
tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan
dan pelaksanaan dari pada putusannya.
Diajukannya suatu perkara di Pengadilan Negeri kliususnya dalam perkara
perdata oleh Penggugat adalah bertujuan untuk mendapatkan keputusan yang adil
dan obyektif tentang masalah yang disengketakan. Pada prinsipnya hakim
didalam memeriksa suatu perkara, sebelum menjatuhkan keputusatinya para pihak
yaitu penggugat dan tergugat terlebih dahulu diharuskan memberikan keterangan
yang disertai dengan alasan-alasan dan alat-alat bukti untuk menguatkan haknya,
ataupun untuk mem bantah hak orang lain tehadap suatu hal yang disengketakan.
Dari alat-salat bukti yang diajukan oleh
para pi hak yang berperkara, hakim dapat menilai tentang kebenaran gugatan
ataupun tangkisan para pihak yang berper kara tersebut, sehingga terciptalah
keoutusan hakim yang adil dan obyektif yang dapat mengakhiri persengketaan.
Dalam hukum acara perdata dikenal adanya
azas Audi Et Alteram Partem yang pada
pokoknya berarti bahwa kedua belah pihak harus didengar, kedua belah pihak yang
berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan
adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya.
Hal tersebut dapat juga berarti bahwa hakim
tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai, basar bila pihak
lawan tidak didengar atau tidak, diberi kesempatan untuk mengeluarkan
pendapatnya. Jadi dalam pemeriksaan perkara dimuka persidangan harus berlangsung
dengan hadirnya kedua belah pihak, kalau salah dengan satu pihak saja yang
hadir maka tidak boleh dimulai dengan pemeriksaan perkara tetapi sidang harus
ditunda.
Jika azas tersebut diikuti dengan kaku maka
akan terjadi kekacauan, karena sering terjadi dalam praktek pengadilan, kedua
pihak yang berperkara telah dipanggil secara patut untuk hadir pada hari sidang
yang telah ditentunkan oleh hakim, tetapi ternyata di antara kedua belah pihak yang berperkara
tersebut hanya salah satu pihak saja yang hadir.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, hukum
Accra perdata memberi jalan keluar dengan memberikan peraturan tentang gugur (pasal
124 HIR) dan verstek (pasal 125 HIR). Apabila pada hari sidang yang telah ditentukan
untuk hadir penggugat tidak hadir dan tidak mengirim wakil atau kuasanya
meskipun dia telah dipang gil dengan patut., maka, gugatan, dianggap gugur dan
peng gugat berhak mengjukan kembali gugatannya, setelah ia membayar lebih dulu
ongkos perkaranya.
Apabila pada hari sidang yang telah
ditentukan untuk hadir, tergugat tidak hadir dan tidak mengirim wakil/ kuasanya
meskipun dia telah dipanggil dengan patut maka hakim dapat memutus dengan ptusan
verstek. Pembahsan masalah tersebut akan penulis tuangkan dalam bentuk skripsi
aungan mengetengahkan judul :
“PUTUSAN VERSTEK DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN NEGERI
SEMARANG”.
B. Pembatasan Masalah.
Putusan verstek selain dapat dijatuhkan pada
perkara-perkara perdata, dapat pula dijatuhkan pada perkara-perkara pidana.
Apabila tergugat atau kuasanya tidak pernah hadir dalam sidang meskipun telah
dipanggil dengan patut.
Mengingat keterbatasan waktu, biaya dan
pengetahuan, penulis, maka didalam penilisan skripsi ini dibatasi pada putusan
verstek dalam hukum acara perdata saja khususnya mengenai perkara perceraian di
lingkungan peradilan umum. Kami khususkan perkara percerai an karena didalam
prakteknya kami melihat bahwa putusan verstek banyak dijatuhkan pada perkara
perceraian.
C. Perumusan Masalah.
Dari uraian diatas kami ingin membahas
beberapa, permasalahan Redalam bab-bab selanjutnya yaitu :
1.
Mengenai pengertian dati putusan verstek dan
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menjatuhkan putusan verstek.
2.
Mengenai pembuktian.dalam putusan verstek.
3.
Mengenai prosedur untuk terjadinya suatu perceraian
dan bagaimana apabila suatu perceraian diputus dengan versek.
4.
Apakah dengan dijatuhkannya verstek selalu merugikan
pihak tergugat dan menguntungkan pihak penggugat.
5.
Upaya hukum terhadap putusan verstek.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi Ali, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum.Pembuktian ( Jakarta : PT. Bina Aksara, 1984 ).
Gerungea, Psychilogi Sosial. (Bandung : PT. Eresco, 196 1967)
Koosmargono dan Mochammad Djalis, Hukum Acara Perdata membaca dan mengerti HIR.
(Semarang :Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1983)
Mertokusumo, Sudikno, Hukum; Acara perdata Indonesia. (Yog yakarta : Liberty, 1982)
Prodjodikoro Wirjojo, hukum Acara Perdata di Indonesia. (Sumur bandung)
Retnowulan Sutantio dan.iskandar
Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata
Dalam leori dan Praktek. (Bandung : Alumni, 1986)
Supomo, Hukum
Acara Perdata. Pengadilan Negeri. (Jakarta Pradnya Paramita, 1986).
Subekti, hukum
Acara rerdata. (Bandung : Binacipta, 1982)
Soemitro, Rony Hanityo Metode Penelitian Hukum. (Jakarta Ghalia Indonesia, 1982
Wantjik Saleh, Uraian Peraturan Pelaksanaan UU Perkawinan (Jakarta : PT. Ichtiar
Bava van Ho eve, 1975)
Soesilo, RIBYHIR
dengan Penjelasan (Bogor : Politea,1980)
Suh.ekti dan Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata. (Dakar to :
Pradnya Paramita, 1979)
Majalah Fakultas Hukum Universitas: Diponegoro,
Masalah-masalah Hukum, no. 5 - 1987)
Keputusan MenHankam/Pangah No.
Kep/01/1/1980, Peraturan Perkawinan Perceraian
dan Rujuk. (Jakarta : Disbintalpol Mabespol)
Departemen. Pertahanan Keamaanan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Petunjuk
Pelaksanaan Perkawinan Perceraian dan Rujuk bagi anggota,Polri (Jakarta :
Disbintal pol Mabespol)
Untuk mendapatkan file skripsi / Thesis /
PTK / PTS lengkap (Ms.Word),
hubungi
: 08572 8000 963
0 komentar:
Posting Komentar